Seringkali kita menemui orang yang kita anggap istimewa, karena ia
mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, yang tidak banyak dikuasai oleh
orang lainnya. Kita takjub melihat seseorang yang fasih dalam bahasa
arab dalam usia muda, walaupun dia tidak lahir di tanah arab. Kita
terpesona tatkala menyaksikan anak berusia 15 tahun dan hafalan 30 juz
nya. Kita kagum saat melihat seseorang berumur masih 20-an namun telah
menulis lebih dari 8 buku yang semuanya bermutu dan berisi.
Lalu kita bertanya-tanya, apakah bakat-bakat semacam itu adalah
takdir dari Allah, yang hanya diberikan-Nya pada orang-orang khusus?
Apakah memang sudah takdirnya seperti itu? Dan biasanya pasangan
pertanyaan ini adalah legitimasi bahwa kita memang tak mampu melakukan
demikian karena tak berbakat. Lalu menyerah dan menerima diri apa
adanya, jauh dari mampu.
Sebagai respon atas hal ini, muncul kemudian training motivasi yang
menjamur bak musim hujan. Training ini lalu membahas tentang “Why?”. Merubah mindset seseorang dan berusaha menanamkan keyakinan pada setiap orang bahwa mereka pasti bisa menguasai apapun.
Namun, motivasi ternyata gagal pula menciptakan kelanggengan dalam
menguasai suatu keahlian. Panas semangat yang membakar ternyata hanya
bertahan satu-dua hari, belum keahlian dikuasai, kebosanan sudah
menanti.
Sebenarnya, rahasia dari menguasai keahlian apapun bukan terletak
pada motivasi, karena motivasi hanya kunci pembuka awalnya saja, tapi
ibu dari segala keahlian adalah pengulangan (repetisi) dan ayahnya adalah latihan (practice).
Bila seseorang banyak melatih dan mengulang, terpaksa ataupun
sukarela, dia pasti akan menguasai keahlian tertentu. Inilah namanya
pembentukan kebiasaan (habits)
Dalam kenyataan sehari-hari, menguasai suatu keahlian secara permanen
lebih tergantung dari habits dibandingkan motivasi. Misalnya, setiap
pengemban dakwah tentulah ingin menguasai bahasa Arab, dan saya pikir
motivasi untuk itu tak kurang. Namun mengapa sedikit yang menguasainya?
Karena tidak terbiasa, tepat sekali. Sebaliknya, seorang bocah 2 tahun
yang tinggal di Arab tidak punya motivasi samasekali untuk menguasai
bahasa Arab, namun dia menguasainya. Tanpa disadarinya.
Coba perhatikan sekali lagi, ada orang yang sangat ingin menguasai
bahasa arab namun tidak dapat menguasai keahlian itu, namun ada orang
yang biasa-biasa saja, lalu menguasainya.
Nyata disitu bahwa suatu keahlianlebih banyak dipengaruhi oleh practice (latihan) dan repetition (pengulangan), ayah dan ibunya segala jenis keahlian.
Sama seperti kasus membaca SMS diatas, ketika kita telah terbiasa
(berlatih dan berulang-ulang) membaca SMS, maka memahami teks SMS yang
disingkat-singkat menjadi sesuatu yang otomatis kita lakukan, tanpa
perlu berpikir, semuanya terjadi otomatis, autopilot.
Jadi pembiasaan pada intinya adalah menjadikan suatu hal yang tadinya
dilakukan secara sadar dan diupayakan menjadi otomatis dan tanpa
upaya, melalui latihan dan pengulangan secara terus menerus.
Bayangkan nikmatnya melakukan kebaikan-kebaikan secara otomatis.
Bayangkan nikmatnya membaca kitab berbahasa arab gundul sama otomatisnya
seperti membaca SMS yang disingkat. Bayangkan nikmatnya berdakwah yang
materinya mengalir secara otomatis. Bayangkan menulis tanpa upaya dan
otomatis dilakukan. Itulah hasil daripada pembiasaan (habits).
Bayangkan Anda ingin menembus hutan perawan. Pertama-tama harus ada
upaya yang sangat luar biasa untuk membabat hutan, memotong pohon dan
semak, menyeruak rumput dan menebas penghalang untuk meniti setapak
jalan. Kedua kalinya Anda melewati jalan itu, tentu tak sesulit awalnya.
Keesokan harinya anda mungkin melapisi jalan tanah dengan batu
sehingga lebih nyaman dilewati. Dan satu hari jalan itu mungkin diaspal
hinggal lebih cepat dilewati. Begitulah proses pembentukan keahlian
melalui pembiasaan.
Karena itulah, Al-Qur’an pun telah memuat firman Allah yang
membukakan kepada kita kunci daripada pengajaran, yaitu pengulangan
(repetisi),
Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan
Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari
ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan
pengajaran bagi mereka (TQS Thahaa [20]: 113)
Membentuk habits yang baik memang sulit pada awalnya, namun seketika
habits itu sudah terbentuk dengan ajeg, maka sulit pula untuk
menghentikan habits baik itu. Sama dengan habits buruk yang sulit pula
menghentikannya apabila sudah ajeg. Bedanya, habits baik sulit dibentu,
namun akan memudahkan kita di sisa hidup kita. Habits buruk mudah
dibentuk namun menyusahkan kita di sisa hidup kita.
Sayangnya, tidak banyak pengemban dakwah yang menyengaja pembentuk
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Dan lebih sayangnya lagi, manusia ibarat
sebidang tanah kosong, yang apabila kita tidak menanamnya dengan
sesuatu yang baik; maka secara otomatis tanaman yang tumbuh adalah yang
tidak baik. Bila kita tidak menyengaja membentuk habits yang baik,
bukan berarti tubuh kita tidak memiliki habits, tapi mungkin penuh
dengan habits yang buruk. Keburukan yang otomatis terjadi, seperti
malas, enggan, futur, gugup saat menyampaikan Islam, tidak runut dalam
pembahasan dan lainnya.
Jadi hanya satu sebab ketika kita belum menguasai sesuatu hal yang
benar-benar kita inginkan: “Kita belum cukup banyak mengulang dan
melatihnya, baik terpaksa ataupun sukarela”. Bukan masalah bakat, kurang
motivasi atau apapun yang selama ini kita pikirkan.
Bicara tentang berpikir, binatang tidak memiliki akal, namun mereka
bisa menguasai keahlian yang bahkan manusia merasa aneh menyaksikannya.
Kita pernah melihat burung berhitung matematika di sirkus, monyet
melakukan tendangan putar sempurna taekwondo, atau lumba-lumba yang
melompati gelang api. Semua itu mereka lakukan karena mereka tidak
banyak pikir, hanya melakukan dan melakukan. Terus berlatih dan
mengulangi.
Mungkin itulah kelemahan kita selama ini, yang membuat kita miskin
keahlian apapun. Karena kita terlalu banyak membahas motivasi tapi
kurang aksi. Banyak pikir cemerlang tapi tak berlatih mengulang.
Logikanya, bila binatang yang tak memiliki akal saja bisa, seharusnya
manusia yang punya akal lebih bisa.
Mungkin pula lebih tepat apabila ketika ingin menguasai satu
keahlian, tak perlu banyak berpikir dan motivasi, lakukan saja. Semakin
sering kita melakukan, maka semakin sering pula latihan dan
pengulangannya. Maka kita pasti akan menguasai keahlian apapun yang kita
inginkan.
Penelitian mengatakan, bahwa 30 hari melatih suatu hal akan membuat
kebiasaan baru terbentuk. Contohlah kita ingin membentuk habits membaca,
maka bacalah buku setiap hari pada waktu yang sama, ba’da shubuh 1/2
jam, setiap hari. Maka setelah 30 hari habits baru itu akan muncul,
walau masih lemah. Semakin lama kita melaksanakannya, semakin habits itu
berakar. Habits dulu baru hebats!
Terakhir, mari kita dengarkan ungkapan Imam Syafi’i “Wahai
saudaraku, kalian tidak akan dapat menguasai ilmu kecuali dengan 6
syarat yang akan saya sampaikan: dengan kecerdasan, bersemangat,
kesungguhan, dengan memiliki bekal (investasi), bersama pembimbing,
serta waktu yang lama!”
@felixsiauw – islamic inspirator, penulis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar