Minggu, 29 Juli 2012 0 komentar

kelangkaan pasokan kedelai, kelalaian pemerintah

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan menteri dan pejabat terkait untuk mengatasi kelangkaan pasokan kedelai.(Kompas.com, 24/7)
1.      Itu terjadi karena tergantung pada impor. Tahu dan tempe yang menjadi sumber protein banyak rakyat kecil negeri ini pun ternyata tergantung impor.
2.      Sungguh ironis, negeri ini tanahnya subur dan terdapat jutaan hektar lahan tidur, tapi banyak produk pertanian tergantung impor. Jelas ada yang salah dalam politik pertanian negeri ini.
3.      Saatnya kita kembali kepada politik pertanian sesuai Syariah Islam, niscaya petani bisa sejahtera dan pasokan pangan terjamin.
Jumat, 13 Juli 2012 0 komentar

Mengajar Anak 'Temperamental' Mengendalikan Diri


(Berbagi Pengalaman Mendidik Ahmad)
Oleh: Ummu Ahmad

’Bakat’ Temperamental
Sewaktu masih dibawah 4 tahun, sifat temperamental inilah yang senantiasa menjadi PR bagi kami, abi dan uminya untuk membantu Ahmad bisa mengendalikannya. Ahmad mudah sekali marah dan ’mengambil tindakan’ kalau menurutnya ada orang lain atau temannya yang ’nakal’. Tentu ’nakal’ di sini adalah sesuai persepsinya sebagai anak kecil (yang daya nalarnya masih dangkal, egosentrisnya masih tinggi, kualitas pemahamannya masih sangat sempit). Karena sebenarnya tidak ada anak kecil yang nakal. Yang ada adalah anak kecil yang aktif atau pendiam, yang berani atau penakut memulai sesuatu, yang ketrampilan motoriknya berbeda-beda, dan sebagainya. Tetapi itu semua tidak serta merta bisa menjadikan mereka yang pendiam kita judge sebagai anak ’baik’ sebaliknya yang sangat aktif sebagai anak ’nakal’. Karena saat itu mereka belum memiliki pemahaman yang sempurna yang bisa mereka jadikan sebagai pengikat tingkah laku mereka. Mereka masih dalam proses belajar mana dan apa sesuatu yang benar dan salah, yang baik atau buruk, yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sehingga memang belum ada pembebanan hukum atas mereka.
Nah, kembali kepada kemarahan Ahmad kepada teman atau seseorang yang menurutnya nakal itu adalah bisa jadi karena hal-hal yang lazimnya terjadi pada anak-anak, seperti rebutan mainan, tidak sengaja tersenggol temannya, tabrakan ketika berkejaran, diledek dengan sebutan tertentu, dan semacamnya. Hanya bedanya dengan teman-temannya yang biasanya menangis ketika mengalami hal yang sama, Ahmad justru marah kepada seseorang yang menurutnya ’nakal’ tadi. Tidak jarang langsung dipukulnya seseorang tersebut. Dengan potensi keberanian yang dia punya bahkan dia tidak takut sekalipun yang dia pukul tubuhnya jauh lebih besar, usianya jauh lebih tua atau tidak. Biasanya hal tersebut bisa dicegah kalau ’kejadian’ yang membuat marah Ahmad tadi, kami, gurunya atau orang lain ketahui sebelum Ahmad melampiaskan kemarahannya, sehingga bisa disampaikan kepada Ahmad ’tafsir kejadian’ tadi dengan arif. Misalnya bahwa tadi Ahmad ketabrak temannya yang sedang lari-lari, hingga jatuh itu karena tidak sengaja, bahwa mainan Ahmad bukan direbut tapi cuman mau dilihat sebentar, bahwa temannya bukan mau melempar Ahmad tapi bolanya terbang terbawa angin yang keras hingga mengenai Ahmad, bahwa harusnya Ahmad lebih hati-hati, meminta maaf, atau memaafkan temannya dan seterusnya. Tapi tentu saja, tidak semua yang terjadi ketika anak-anak tersebut bergaul dan bermain dalam kekuasaan pengawasan kita.
Sehingga di sinilah sebenarnya kearifan kita sebagai orang dewasa dalam menyikapi apa yang terjadi diantara mereka sangat dibutuhkan.
Yang harus kita pahami, bahwa ’pertengkaran’ atau ’permusuhan’ diantara mereka (anak-anak kita) sebenarnya tidaklah ada. Mereka bahkan belum paham apa itu ’musuh’, ’nakal’ dan ’bertengkar’. Bisa jadi seorang ibu yang tidak mau membelikan anaknya permen agar sang anak tidak sakit radang tenggorokan, dianggap oleh sang anak sebagai orang nakal dan harus dimusuhi. Justru dengan pertengkaran atau perkelahian-perkelahian ’semu’ itulah mereka akan dibawa pada kematangan emosi yang kelak mereka butuhkan. Dengan mengenal rasa senang dan sakit pada waktu yang bersamaan itu pulalah, mereka akan belajar untuk bergaul dengan ’sehat’. Dengan berbagai pengalaman warna rasa itu pula seorang anak akan belajar tentang kehidupan yang sesungguhnya dan dipersiapkan untuk menjadi individu yang siap mengarunginya.

Belajar Mengendalikan Diri
Mengendalikan diri tidaklah berarti tidak boleh marah. Hanya saja marah pun bukan berarti harus berteriak-teriak, membentak-bentak, mengeluarkan kata-kata tidak pantas atau bahkan melayangkan cubitan, pukulan atau hal lain yang menyakitkan. Marah di sini adalah ketegasan untuk menunjukkan bahwa sesuatu ’yang salah’ tidak boleh disetujui dan dibiarkan, akan tetapi harus ditolak dan diluruskan. Tentu dengan cara yang membuat kita bisa menyampaikan pesan tersebut kapada anak, dengan kontrol emosi dan fisik yang harus bagus.
Ketika Ahmad marah, hal pertama yang harus kami lakukan adalah tidak terpancing memarahinya. Kontrol diri betul-betul harus terlihat oleh Ahmad. Mulai dari roman muka, mimik, bahasa, intonasi, hingga bahasa tubuh kami yang lain harus terbaca oleh Ahmad bahwa kami tidak terpancing ikut marah dan sangat terkendali. Ini tentu bukan perkara yang begitu saja mudah untuk dilakukan. Kami pun harus belajar melakukannya dengan kerja keras dalam kondisi apapun (meski adakalanya juga kami ’terpancing’ pada keadaan dan situasi tertentu).
Setelah memastikan kami dalam keadaan pengendalian diri yang benar-benar bagus, biasanya kami menjawab kemarahan Ahmad tersebut dengan kalimat-kalimat berintonasi rendah yang berusaha mengarahkan Ahmad untuk menceritakan kemarahannya dalam bentuk verbal. Kami tanya dia apa yang membuatnya marah dan memberikan penjelasan atau tafsir terbaik dari apa yang ia alami dengan penuh ketelatenan dan yang penting ’tidak menampakkan’ sedikitpun emosi kemarahan. Ketika upaya mengajaknya bicara belum memungkinkan untuk dilakukan karena masih didominasi nafsu amarah, biasanya mendoakannya secara langsung dengan dikeraskan di hadapannya saat itu juga adalah hal yang kami lakukan. Bisa jadi panjang dan macam-macam doa yang kami baca, sambil meredam kemarahan Ahmad. Maka emosi meluap-luap yang tadi ditunjukkan dengan memukul atau membanting sesuatu, atau warna muka memerah dengan pandangan mata yang menantang, juga nafas yang memburu akan berangsur-angsur menghilang tertransfer dalam bentuk kemarahan secara verbal. Dari kemarahan secara verbal yang masih disertai tingginya intonasi bicaranya, perlahan-lahan berubah hanya dalam bentuk content/isi pembicaraannya saja yang menunjukkan dia marah, namun intonasi sudah mulai merendah dan terkontrol. Hingga akhirnya Ahmad bisa untuk kami belai, pangku, berikan pelukan dan ciuman sambil mengajaknya tarik nafas panjang sembari membaca istighfar untuk menyudahi dan menyesali kesalahannya tadi.
Dari proses marah hingga bisa mengendalikan diri yang membutuhkan waktu panjang -di awal-awal kami melatih pengendalian dirinya-, kini Alhamdulillah Ahmad sudah jauh lebih bagus dan lebih cepat dalam mengendalikan kemarahannya. Kini ketika dia marah, dia tunjukkan kemarahannya itu dengan mengatakannya secara verbal (”aku marah....”), meski kadang masih terlihat roman muka marah di wajahnya. Insya Allah, dengan bertambahnya mafhum dan ketundukanya pada apa yang dipahaminya, kemampuan pengendalian diri Ahmad semakin hari semakin baik. Hingga pada saatnya nanti, dia bisa dengan tepat meletakkan kapan dia boleh dan harus marah, serta bagaimana mengekspresikan amarahnya tersebut dengan benar. Semoga kami dimudahkan Allah membantu Ahmad melakukannya. Amiin.
Kamis, 12 Juli 2012 0 komentar

Masa balita adalah golden ages


Banyak penelitian menunjukkan betapa masa dini usia, yaitu masa lima tahun ke bawah, merupakan golden ages (masa keemasan) bagi bagi perkembangan kecerdasan anak. Salah satu hasil penelitian menyebutkan bahwa pada usia 4 tahun kapasitas kecerdasan anak telah mencapai 50%. Seperti diungkapkan Direktur Pendidikan Anak Dini Usia (PADU), Depdiknas, Dr. Gutama, kapasitas kecerdasan itu mencapai 80% di usia 8 tahun. Ini menunjukkan pentingnya memberikan perangsangan pada anak dini usia, sebelum masuk sekolah.
Setiap bayi memiliki potensi milyaran sel otak yang siap mendapat rangsangan. Sentuhan, lingkungan yang ramah otak, dan hands on, adalah beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi otak anak. Sebagian ahli berpendapat, sel otak seorang bayi sebanyak bintang yang bertebaran di langit. Ada pula yang menduga, jumlah sel otak kurang lebih 100 milyar. Seluruh sel ini punya peran penting dalam menunjang fungsi otak sebagai pengatur semua kemampuan manusia di masa dewasa.
Namun, meski ada milyaran sel otak, nyatanya tak semuanya berkembang sempurna, karena amat tergantung pada stimulasi yang diterimanya. Konsultan Keluarga Budi Darmawan, menyatakan stimulasi ini memang amat menentukan sejauh mana jaringan sel-sel otak dapat berkembang. Jika sedikit mendapat stimulasi, bisa jadi yang berkembang hanya 1 persen dari sekian milyar sel otak. Sebaliknya, bila stimulasinya banyak, perkembangannya pun bisa lebih besar lagi.
Maxwell Malt, seorang peneliti asal Amerika mengemukakan pendapatnya tentang hubungan sel otak yang aktif dengan kecerdasan. Bila manusia dapat mengaktifkan sekitar 7 persen saja dari sel otaknya, ujar Malt, maka gambaran kecerdasan orang itu adalah bisa menguasai 12 bahasa dunia, memiliki 5 gelar kesarjanaan, dan hapal ensiklopedi lembar-demi lembar, huruf demi huruf, yang satu setnya terdiri dari beberapa puluh buku. Menanggapi ini, Budi Darmawan menyatakan, “Kalau kemampuan itu digunakan seorang muslim untuk menghapal, tentu dia mampu menghapal Qur’an dan sunnah Rasulullah sekaligus.”
Lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa pesat perkembangan otak hingga masa ini sering disebut sebagai golden periode. Bahkan, anak di usia 5 tahun pertama diketahui punya kemampuan photographic memory, mengingat seperti mata kamera. Di atas lima tahun, kemampuan memorinya menurun. Tidak sehebat dan sepeka di masa keemasan ini.Lebih jauh Emmy Soekresno, Konsultan pendidikan Jerapah Kecil, menjelaskan, meski secara keseluruhan, fungsi otak bekerja bersamaan, namun, ada penekanan-penekanan atau waktu prima (prime time) bagi otak. Misalnya, untuk belajar bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, waktu primanya adalah pada usia 4-12 tahun. Pada usia ini, belajar dengan permainan dan sambil ketawa-ketawa pun, anak sudah bisa bicara bahasa Inggris. Setelah itu, ada second chance, kesempatan kedua untuk belajar, yaitu pada usia 12-15 tahun. Setelah usia 15 tahun, masih bisa belajar bahasa Inggris, tetapi lebih sulit.
Milyaran sel otak ini terbagi dalam beraneka bagian seumpama wadah yang siap diisi. Pada usia 12-13 tahun, akan terjadi pemangkasan sel otak. Pada saat itu, otak akan memeriksa isi otak itu sendiri. Jika ada tempat kosong, misalnya bagian kecerdasan emosi yang tidak pernah dilatih sejak usia 1 hingga 12 tahun, maka bagian itu akan dibuang. Itu sebabnya, target orang tua setiap hari adalah bagaimana caranya mengisi otak dengan maksimal dengan memberi stimuli yang maksimal pula. Meskipun egitu, jangan tergesa-gesa. Bila suatu ketika guru atau orangtua ingin anaknya mampu menulis, membaca dan berhitung di usia dini, sama saja mereka tengah menghilangkan beberapa aspek kehidupan anak. Karena sebelum melakukan ketiga hal tersebut, ada tahapan yang harus dijalani.Sebelum bisa menghitung, anak harus bisa menggambar. Sebelum bisa menggambar, anak harus mampu memegang pensil. Sebelum mampu memegang pensil, maka anak perlu melatih motorik halusnya misalnya dengan bermain pasir. Dengan bermain pasir, anak sesungguhnya sedang menghidupkan otot tangannya dan belajar estimasi dengan menuang atau menakar, yang kelak semua itu ada dalam matematika.
Oleh karena itu, ibarat sebuah bangunan, pondasi amat menentukan kokohnya bangunan tersebut. Bagi anak, menurut Fasli Jalal, PhD, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Depdiknas, pendidikan di dini usia merupakan pondasi yang amat menentukan perkembangan selanjutnya. Sebab itu ia mengingatkan, “Kalau tidak baik pondasi yang kita bangun di usia dini, bangunan tidak akan kokoh.”

Rabu, 11 Juli 2012 0 komentar

Minyak dari Para Ulama

Oleh: Dr. Fahmi Amhar
Menaikkan harga BBM (mengurangi subsidinya), pasti tidak populer.  Membatasi distribusi premium hanya ke kendaraan umum, teknisnya susah.  Jangan-jangan nanti banyak angkot alih jasa, tidak lagi membawa penumpang tapi berganti jadi makelar premium buat mobil pribadi.  Maka pemerintah dapat ide baru, menghapus premium sama sekali, dan subsidinya tidak dialihkan ke pertamax. Di dunia, memang tinggal sangat sedikit negara yang masih memakai BBM ber-oktan 88 seperti premium, dengan alasan kurang ramah lingkungan. Di negara maju, premium hanya dijual terbatas pada mobil antik, yang mungkin menjadi barang koleksi.
Tetapi bicara premium berarti bicara minyak, dan kalau kita menengok ke belakang, itu berarti bicara prestasi umat Islam dalam teknik kimia dan teknik perminyakan.
Banyak bukti menunjukkan bahwa para kimiawan Muslim adalah yang pertama-tama memproduksi bahan bakar dari minyak bumi mentah.  Sebelumnya, manusia hanya mengenal minyak organik, baik dari tumbuhan (seperti minyak kelapa) atau hewan (lemak unta).

Tentu saja, pada awalnya hasil olahan minyak mentah itu masih sangat sederhana, seperti nafta (lilin) dan ter (aspal).  Tapi pada akhir abad-8 M, jalanan di Baghdad sudah diaspal dengan hasil olahan minyak melalui suatu proses yang disebut “destilasi destruktif”.  Al-Qazwini, dalam kitabnya Aja’ib Al-Buldan (Negeri Ajaib) menuturkan ada dua jenis campuran aspal dan pasir yang digunakan melapisi jalan, yang dikenal kuat dan lekat.
Dr Kasem Ajram (1992) dalam bukunya, The Miracle of Islam Science, 2nd Edition juga memaparkan infrastruktur transportasi jalan di zaman kekhalifahan Islam, terutama di Baghdad. Pembangunan jalan beraspal di kota itu telah dimulai sejak Khalifah Al-Mansur pada 762 M. Sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of Arab juga melukiskan jalan-jalan di Baghdad dan Cordoba telah berlapis aspal, dan di malam hari telah diterangi lampu minyak. Kali pertama peradaban Barat mengenal jalan beraspal adalah pada 1824 M, yaitu di Champs-Elysees Paris, Prancis.
Pada abad-9 M, Muhammad ibn Zakarīya ar-Rāzi menemukan cara menghasilkan kerosene (minyak tanah) dari minyak mentah.
Masih pada abad-9 M, sebuah ladang minyak di dunia pertama kali dimanfaatkan di sekitar Baku (Azerbaijan) untuk menghasilkan nafta.  Deskripsi al-Mas’udi (abad-10) dan Marcopolo (abad-13) menggambarkan adanya hasil dari sumur minyak mencapai jumlah ratusan kapal perhari.
Berbeda dengan rekan-rekan ilmuwan sebelumnya, pada abad-11 Abū Alī ibn Sīnā menemukan “minyak essensial”.  Minyak esensial adalah cairan “hidrofobik terkonsentrasi” yang mengandung senyawa aroma-atsiri dari tanaman. Minyak atsiri juga dikenal sebagai minyak ethereal atau aetherolea, atau hanya sebagai minyak ekstrak tanaman seperti minyak cengkeh, tetapi bukan sekadar “minyak tanaman” seperti minyak kelapa.
Minyak essensial adalah "penting" dalam arti bahwa ia membawa aroma khas esensi tanaman. Minyak atsiri membentuk suatu kategori khusus untuk tujuan medis, farmakologi, atau kuliner.  Pada umumnya minyak atsiri diekstraksi dengan penyulingan.  Proses lainnya termasuk ekspresi, atau ekstraksi pelarut.  Barang itu digunakan dalam parfum, kosmetik, sabun dan produk lainnya untuk aroma makanan dan minuman, dan untuk menambah “aroma dupa” dan “produk pembersih” rumah tangga.
Teknologi perminyakan sangat berkembang di tubuh umat Islam ketika mereka masih memiliki visi menjadi umat yang terbaik di dunia.
Karena itu, tidak sedikit para ilmuwan – yang dibesarkan dalam pendidikan Islam seperti hafal Alquran di usia 10 tahun - berlomba terjun dalam riset teknologi.  Mereka mendapat dorongan penelitian dari Alquran dan Sunnah, dan memanfaatkan hasil penelitiannya untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslim.  Namun demikian, berbeda dengan riset yang didorong oleh ideologi kapitalisme, “riset Islam” tidak pernah menjajah dan memboroskan sumber daya alam dan lingkungan.
Sementara itu negara Daulah Khilafah masih efektif melakukan dakwah ke seluruh dunia dengan memberi contoh nyata, yakni menerapkan Islam dan menunjukkan bahwa penerapan Islam itu menjadikan mereka menjadi negeri yang maju dan sejahtera.  Benar-benar dakwah yang sempurna.[]
Senin, 09 Juli 2012 0 komentar

Seputar Rencana Penyatuan Daerah Waktu

Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Kalau hari ini seseorang mentransfer uang lewat Bank pada pukul 14.30 dari Jakarta ke Jayapura, maka dapat dipastikan penerimanya baru dapat menggunakan uang itu keesokan harinya.  Dan kalau transfer itu dilakukan pada Jum’at siang, maka dapat dipastikan penerimanya baru dapat menggunakan uang itu Senin pagi.  Hal ini karena perbedaan daerah waktu.  Pada pukul 14:30 di Jakarta (WIB), maka di Jayapura (WIT) sudah pukul 16:30, dan Bank sudah tutup.  Sekalipun sekarang orang bisa menggunakan ATM atau internet-banking, tetapi tetap saja untuk transaksi dalam jumlah besar, kliring hanya dapat dilakukan pada jam buka Bank.

Inilah, dan juga hal-hal sejenis yang terjadi di bursa atau Pasar Modal, yang mendasari gagasan penyatuan daerah waktu.  Ketika WIB, WITA dan WIT disatukan menjadi Waktu Indonesia (WI), di mana yang dijadikan acuan adalah WITA, maka jam 8 di Sabang adalah juga jam 8 di Merauke.  Eloknya lagi – menurut penggagasnya – WI ini juga sama dengan waktu Malaysia dan Singapura yang saat ini sudah sama dengan WITA, yaitu GMT+8.  Saat ini, meski Singapura ada di sebelah barat Batam, tetapi Singapura menggunakan waktu sejam lebih awal dari Batam.  Jadi, bila kita menggunakan WI, kita tak akan lagi dirugikan secara finansial dari “ketertinggalan kita dari Singapura”.  Selama ini, “di Singapura orang sudah rajin berdagang, kita baru berangkat ke kantor, atau bahkan masih tidur…”

Kerugian karena keterlambatan mencairkan transfer atau mengikuti perdagangan di bursa itu konon bisa bernilai trilyunan Rupiah, sehingga gagasan penyatuan daerah waktu akan menguntungkan kita Trilyunan Rupiah.  Tetapi benarkah demikian?
Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke sejauh 46 derajat Bujur, atau perbedaan waktu matahari sebesar rata-rata 184 menit.  Setiap perbedaan 1 derajat bujur setara dengan waktu 4 menit.  Ini artinya, jam astronomis (yaitu waktu terbit/terbenam matahari) di Sabang 3 jam 4 menit terlambat dibanding Merauke.

Jam astronomis ini langsung tampak dalam jadwal sholat dan puasa yang diikuti umat Muslim yang merupakan 85% rakyat Indonesia.  Dan jam astronomis ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada ritme biologis (yaitu jam tidur dan jam makan) nyaris seluruh rakyat Indonesia, baik mereka sholat ataupun tidak.  Apa ini artinya?
Kalau Waktu Indonesia diberlakukan dan mengacu pada WITA, maka perbedaan waktu matahari bagi tempat di ujung barat adalah 92 menit terlalu akhir, dan bagi tempat di ujung timur adalah 92 menit terlalu awal.

Secara praktis, dibandingkan dengan zona waktu yang dipakai sekarang, maka di WIB segalanya menjadi 1 jam terlalu awal.  Kalau biasanya sekolah mulai pukul 7 WIB, dan anak-anak berangkat ke sekolah pukul 6.30 WIB, maka setelah WI diberlakukan dan jadwal sekolah tetap, mereka akan berangkat pukul 5.30 WIB.  Di wilayah Jabotabek, pukul 5.30 itu matahari belum terbit!  Di Aceh bahkan waktu Shubuh belum masuk!

Sebaliknya di Papua, sekolah jadi mulai pukul 8 WIT.  Demikian juga, kantor yang semula masuk pukul 8 WIT, menjadi pukul 9 WIT, sudah sangat siang.  Kebalikannya, jam pulang yang semula – misalnya pukul 17 WIT, menjadi pukul 18 WIT.  Sudah cukup gelap, dan mungkin menyulitkan bagi perjalanan di desa-desa pelosok.
Dan kalau saat ini perkantoran biasa istirahat pukul 12-13 untuk istirahat, sholat dan makan, dan nanti jam istirahat ini tetap, maka setelah waktu Indonesia diberlakukan, di bekas WIB, waktu sholat dhuhur baru akan masuk pukul 13 WI.  Kalau mereka menunggu sholat dhuhur, maka mereka akan terlambat bekerja lagi.  Pemborosan.  Sementara bila waktu istirahatnya yang digeser menjadi katakanlah pukul 13-14, sedang masuk bekerja pukul 8, tentu laparnya sudah sulit tertahankan.  Jelas ini masalah.

Sebenarnyalah, di Malaysia atau Singapura yang zona waktunya sama dengan WITA, jam kerja dimulai pukul 9, istirahat pukul 12-13, dan pulang kantor pukul 17.  Praktis tak ada bedanya dengan WIB.  Jadi ternyata tidak benar mitos bahwa mereka “sudah berdagang, kita baru berangkat ke kantor”.

Dilihat dari manfaatnya, yang akan menikmati penyatuan daerah waktu hanya sektor keuangan, yang di Indonesia jumlahnya hanya 1,5 juta jiwa.  Sedang lebih dari seratus juta orang yang bekerja di sektor lainnya, atau puluhan juta anak sekolah akan mengalami kesulitan.  Kalangan penerbangan konon sudah keberatan dengan rencana ini karena pasti akan mengalami transisi dengan sekian banyak persoalan.

Jadi akan lebih bijaksana kalau tidak perlu ada penyatuan daerah waktu, tetapi cukup perubahan jam buka khusus sektor keuangan.

Zona waktu memang diperlukan ketika dunia sudah terhubung, terutama sejak ditemukannya telegrafi dan kereta api di akhir abad-19.  Tanpa zona waktu, maka setiap daerah akan memiliki jam sendiri-sendiri, sehingga pengaturan jadwal kereta api ataupun jam kirim telegrafi antar dua kota yang berjauhan jadi sangat sulit.  Dalam prakteknya, pengaturan zona waktu itu wajib mempertimbangkan aspek politis, ekonomi, budaya dan ritme hidup masyarakatnya, termasuk aspek ritual agama.[]
0 komentar

Sertifikasi Guru = UN bagi Siswa


Pada Juli ini kemendikbud akan menggelar uji ulang bagi guru yang suah bersertifikasi atau lulus sertifikasi. Alasannya, uji ulang ini untuk mendorong peningkatan  kualitas guru.(Kompas,05/07)
1.       Evaluasi kinerja guru dilakukan seperti ala UN bagi siswa. Ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya mementingkan nilai daripada proses.
2.       Sertivikasi sudah berlangsung sejak 2005, tapi belum terbukti kualitas pendidikan naik. Mestinya peningkatan kesejahteraan guru diikuti oleh perhatian peningkatan kualitas proses pembelajaran pendidikan.
0 komentar

Sengketa Lahan, konflik Lama yang Merugikan Rakyat


Sengketa lahan yang dapat berujung pada konflik sosial, bukan persoalan baru. Namun sengketa itu cenderung dibiarkan, tanpa penyelesaian yang berarti. Rakyat tetap tersisihkan. (Kompas,29/5)
1.       Sebab mendasarnya adalah diterapkannya sistem kapitalisme demokrasi, yang lebih mengutamakan kepentingan kapitalis dan pemilik modal. Ada uang maka akan dimenangkan.
2.       Sengketa lahan hanya akan bisa diselesaikan ketika masalah ini dikembalikan pada bagaimana islam mengatur tentang pertanahan, dengan standarisasi yang jelas serta sistem yang tegas, maka siapapun yang berhak  atas tanah tersebut. Akan mendapatkan haknya.
Jumat, 06 Juli 2012 0 komentar

Hak-hak Suami dan Istri

 "Ketahuilah, bahwa kalian mempunyai hak-hak atas wanita-wanita (istri-istri) kalian, dan sesungguhnya wanita-wanita (istri-istri) kalian mempunyai hak-hak atas kalian."
Sabda Rosulullah pada haji Wada’ (Diriwayatkan para pemilik Sunan dan At-Tirmidzi men-shahih-kan hadits ini).

 Hak-hak di antara suarni-istri adalah sebagian berikut:
1.  Amanah
Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah laksana dua mitra di mana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan urusan umum keduanya.
2. Cinta kasih
Artinya, masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus kepada pasangannya sepanjang hidupnya karena firman Allah Ta‘ala,
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (Ar-Ruum: 21). Dan karena sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa tidak menyayangi ia tidak akan disayangi." (HR Ath-Thabrani dengan sanad yang baik).
3.  Saling percaya
Artinya masing-masing suami-istri harus mempercayai pasangannya, dan tidak boleh meragukan kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya, karena firman Allah Ta‘ala, "Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara." (Al Hujurat: 10).
Dan karena sabda Rasulullah saw., "Salah seorang dan kalian tidak beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).
4.  Etika umum, seperti lemah lembut dalam pergaulan sehari-hari, wajah yang berseri-seri,
ucapan yang baik, penghargaan, dan penghormatan. Itulah pergaulan baik yang diperintahkan Allah Ta‘ala dalam firman-Nya, "Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik." (An-Nisa': 19).Itulah perlakuan baik yang diperintahkan Rasulullah saw. dalam sabdanya, "Perlakukan wanita dengan baik." (HR Muslim).
Inilah sebagian hak-hak bersama antar suami-istri, dan masing-masing dan keduanya harus memberikan hak-hak tersebut kepada pasangannya untuk merealisir perjanjian kuat yang diisyaratkan firman Allah Ta‘ala, "Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kalian telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kalian penjanjian yang kuat." (An-Nisa': 21).
Dan karena taat kepada Allah Ta‘ala yang berfirman, "Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian, Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kalian kerjakan." (A1-Baqarah: 237).
 
;