Pertama
Awal kali
Indonesia merdeka Papua belum masuk ke dalam wilayah NKRI. Indonesia dan Papua
sama-sama dijajah Belanda. Akhirnya Papua resmi masuk menjadi bagian Indonesia
pada tahun 1969. Perbedaan sejarah ini kerap digunakan alasan untuk menggugat
penentuan pendapat rakyat (Pepera).
Adapun ketika
Papua resmi menjadi bagian Indonesia sering diperdebatkan dalam Majelis Sidang
PBB. Beberapa anggota tidak setuju dengan hasil Pepera. Mereka menilai hasil
Pepera merupakan rekayasa pemerintah Indonesia. Di samping itu, rakyat Papua
melalui pemimpin mereka sejak awal telah menyampaikan pernyataan politik untuk
menolak menjadi bagian NKRI.
Kedua
Kedua
Ketidakseriusan
pemerintah untuk mengurusi Papua dimanfaatkan beberapa orang untuk mendukung
disintegrasi. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Ulil Abshar Abdalla. Ulil
melalui akun twitter menulis beberapa pernyataan untuk mendukung pembebasan
Papua. Berikut beberapa kutipannya:
“Apakah
kita masih harus mempertahankan Papua? Bagaimana kalau dilepaskan saja? Rumit!”
“Saya dulu jg berpikir, Papua harus dipertahankan dg harga apapun. Tp saya merasa pikiran saya itu kok naif,” sambung Ulil.
“Saya dulu jg berpikir, Papua harus dipertahankan dg harga apapun. Tp saya merasa pikiran saya itu kok naif,” sambung Ulil.
Mengapa
Papua sebaiknya dimerdekakan, Ulil beralasan: “Biaya mempertahankan Papua mahal
sekali. Sudah begitu, apapun yg diperbuat pemerintah pusat, akan dianggap salah
terus. Capek!”
Penrnyataan sumir Ulil yang juga pentolan JIL menunjukan keseungguhannya untuk meliberalkan Islam. Padahal dalam Islam tidak boleh ada sejengkal pun wilayah yang berpisah. Pernyataan itu juga menunjukan pengkhianatan kepada umat. Mengingat JIL sering menolak wacana negara Islam. Mereka begitu membenci jika diterapkan syariah di Indonesia. Mereka berpendapat jika syariah diterpakan wilayah yang lain akan memisahkan diri. Lalu, kenapa sekarang mereka menyatakan dan membiarkan Papua bebas ? Sungguh tidak adil dan menunjukan kekalahan intelektual.
Penrnyataan sumir Ulil yang juga pentolan JIL menunjukan keseungguhannya untuk meliberalkan Islam. Padahal dalam Islam tidak boleh ada sejengkal pun wilayah yang berpisah. Pernyataan itu juga menunjukan pengkhianatan kepada umat. Mengingat JIL sering menolak wacana negara Islam. Mereka begitu membenci jika diterapkan syariah di Indonesia. Mereka berpendapat jika syariah diterpakan wilayah yang lain akan memisahkan diri. Lalu, kenapa sekarang mereka menyatakan dan membiarkan Papua bebas ? Sungguh tidak adil dan menunjukan kekalahan intelektual.
Selain Ulil pun
masih banyak individu yang mendukung Papua merdeka. Sebagai contoh, 25 Oktober
2005, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi HAM (ELSHAM) Papua, John Rumbiak
menandatangani MoU dengan greg Sword. Inti dari MoU berupa dukungan kepada
setiap gerakan separatis. Pihak Internasional seperti calon PM Papua New
Guineia juga menggunakan isu Papua merdeka sebagai kampanye.
Tidak cukup
perorangan. Organisasi atau kelompok, baik dalam maupun luar negeri kerap
menjadikan isu Papua merdeka sebagai bagian dukungan. Selain itu untuk upaya
pembebasan diri dari Indonesia bagi organisasi atau kelompok yang selama ini
menginginkannya. Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Komite Nasional Papua Barat
(KNPB) merupakan dua contoh kelompok yang fokus pada pembebasan Papua. Mereka
juga menggunakan dengan persenjataan. Tindakan yang mereka lakukan berupa
separatis. Anehnya pemerintah Indonesia tidak bisa menghilangkan gerakan ini.
Walaupun beberapa kali kerap dilakukan operasi
pembersihan.
Organisasi
Internasional tak kalah banyaknya. Bahkan 11 Maret 2012 ada Festival
Womadelaide di Adelaide, Australia. Pada festival itu pameran Free West Papua
di stand khusus yang dikoordinir oleh Australia West Papua Asocciation (AWPA).
Ada juga konser. Konser yang dihadiri ribuan orang, bintang kejora dibentangkan
dan yel-yel Papua Merdeka dilakukan dalam konser salah satu grup musisi
terkenal di Australia, Blue King Brown. [4]
Ada juga
Internastional Lawyers for West Papua (ILWP) yang mengadakan konferensi dan
kampanye Papua merdeka pada 2 Agustus 2011. Bertempat di Oxford Inggris.
Dukungan dari lembaga asing terutama pengamat Papua baik di Inggris, Australia,
New Zealand, dan Amerika makin kental dengan penjajahan asing yang ingin
mengerat-erat Indonesia. Lebih dari itu, mereka bersatu untuk satu kepentingan
yaitu kebebasan atas nama HAM dan menentukan hidup. Anehnya, ada juga antek di
negeri sendiri (Indonesia) yang satu nada dengan mereka. Sungguh memalukan.
Ketiga
Papua merupakan
wilayah potensi untuk ekonomi. Sumber Daya Alam (SDA) begitu melimpah. Sebut
saja emas, timah, dan tembaga. Kekayaan hayati juga terbentang luas di perairan
lautnya. Disamping itu baru-baru ini, ditemukan sebuah gua yang diklaim sebagai
gua terdalam di dunia oleh tim ekspedisi speologi Perancis di kawasan
Pegunungan Lina, Kampung Irameba, Distrik Anggi, Kabupaten Manokwari. Gua ini
diperkirakan mencapai kedalaman 2000 meter. Kawasan pegunungan di Papua Barat
masih menyimpan misteri kekayaan alam yang perlu diungkap. Tidak hanya itu,
pertanian, pariwisata, dan hasil hutan juga menjadi potensi Papua [5]. Sungguh
kekayaan ini seharusnya menjadikan Papua daerah yang makmur. Alih-alih makmur,
justru rakyat Papua gigit jari. Kekayaan alam dan potensi wilayahnya
dimanfaatkan oleh kapitalis asing. Misalnya PT Freeport yang mengeruk emas dan
Arab Saudi yang menggarap pertaniannya. China juga berhasrat untuk membangun
lapangan terbang dan pelabuhan.
Akibat sering
timbul konflik di Papua. Pemerintah Indonesia memberikan otonomi khusus
(otsus). Otonomi ini diberikan sebagaimana Aceh atau daerah yang rawan konflik
dan separatis. Hal ini dimaksudkan agar daerah tidak melepaskan diri. Dibalik
pemberian otsus ternyata ada penyelewengan dana dari pusat yang turun ke
daerah. Dana yang ada sering dijadikan lahan basah korupsi. Pertengahan April
2011 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyelewengan dana Otsus
Papua sebesar Rp 1,85 triliyun. Dana tersebut bahkan mandeg dan didepositokan
ke bank nasional dan swasta.
Ketidak-amanahan
penguasa di Papua dan lemahnya pemahaman politik rakyat. Akhirnya warga asli
Papua dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Ibaratkan mengail di
air keruh. Dukungan sering ditunjukkan oleh kapitalis asing yang bercokol di
Papua dan para misionaris kristen yang beroperasi di pedalaman. Lagi-lagi
rakyat Papua dijadikan tumbal karena keserakahan sebagian orang untuk meraup
keuntungan sesaat.
Perhatian
pemerintah yang tidak serius dalam memberikan keamanan, jaminan kesejahteraan,
dan keadilan. Mengakibatkan tekanan politik yang dilakukan asing kian gencar.
Politik luar negeri Indonesia sendiri bukanlah politik yang berdaulat. AS telah
memberikan ruang gerak kepada para aktivis pendukung Papua merdeka (pro-M)
seperti Herman Wainggai yang saat ini telah menetap di AS. Padahal AS terkenal
dengan negara superketat terkait kedatangan orang asing. AS juga berkolaborasi
dengan Inggris, Belanda dan Australia.
Hillary Clinton
(Menlu AS) yang pada November tahun lalu di Hawai (sebagaimana dilansir AFP
11/11/2011) mengatakan bahwa Pemerintah AS telah khawatir atas kekerasan dan
pelanggaran HAM di Papua, sehingga pihaknya akan mendorong adanya dialog dan
reformasi politik berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan legal
rakyat Papua ?[6]
Sesungguhnya
sikap politik luar negeri sering bermuka dua. Sebagaimana di Papua. AS bekerja
sama dengan Australia untuk mengontrol separatis. Selain itu juga untuk
melindungi kepentingan AS seperti Freeport. Pangkalan militer AS juga sudah
dibangun di Darwin Australia. Jika ada yang mempersoalkan aset AS di Papua,
barulah AS berulah. Tidak jadi persoalan Bagi AS Papua akan merdeka atau tidak.
Bagi AS yang penting bisa ‘cari makan’ dan ‘cari aman’ di Papua untuk menjaga
kepentingannya.
Keempat
Keempat
Sentimen agama
kerap dijadikan isu. “Vatikan sering kali mendapatkan informasi lebih akurat
melalui laporan gereja-gerejanya di Papua, ketimbang intelijen Indonesia,
bahkan lebih baik dari CIA sekalipun. Karena pendeta dan gereja melakukan
pendekatan yang berbeda, tidak seperti intelijen kebanyakan,” jelas Hariyadi
Wirawan ketika dihubungi itoday, Senin (20/2).[7] Itulah sebabnya, Vatikan
sering kali mendapatkan data yang tidak di dapat oleh intelijen, dan mengajukan
protes terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia yang dianggap melanggar HAM di
Papua.
Bahkan Pendeta
Socrates sesumbar siap memimpin Papua. Menurutnya tidak pernah orang Papua
diterima sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Warga Papua dianggap sebagai binatang.
Saya tidak jamin, warga Papua masih menginginkan jadi bagian Indonesia. Lihat
saja, bagaimana orang Papua ditembak atau dibunuh," tegas Ketua Gereja
Baptis Papua, Pendeta Socrates Sofyan Yoman kepada itoday (18/6).
Menurut
Socrates aparat keamanan telah gagal melindungi rakyat Papua. Bahkan aparat
keamanan telah menjadi bagian dari kekerasan terhadap rakyat Papua.
"Bagaimana tidak, orang Papua ditembak, dibunuh. Itu akan menyebabkan
kebencian rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia. Siapapun yang diganggu
akan melawan. Ini manusia," tegas Socrates.
Socrates
mengingatkan, jika pemerintah Indonesia tetap menggunakan kekerasan, rakyat
Papua siap untuk merdeka. "Kami selalu siap mendirikan negara Papua. Kami
akan urus kemanusiaan dan keadilan. Soal keinginan untuk merdeka itu karena
kebijakan yang tidak berpihak kepada manusia," tegas Socrates.
Secara khusus,
Socrates mengapresiasi pernyataan politisi Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla
yang mengusulkan pelepasan Papua, dengan pertimbangan tingginya biaya
mempertahankan Papua. "Itu menunjukkan Ulil punya mata hati, dan mata
iman. Itu orang cerdas, hati nuraninya berfungsi, pikiran sudah normal terhadap
penderitaan warga papua," pungkas Pendeta Socrates Sofyan Yoman.[8]
[1] Laporan Kontras Pemantauan
Penembakan Misterius Januari-Juni 2012.
[2] www.sinarharapan.com
[3] www.melanesianews.blogspot.com
[4] Kampanye Papua Merdeka di Festival Womadelaide 2012.www.centraldemokrasi.com
[5] www.id.wikipedia.com
[6] www.hankam.kompasiana.com
[7] Di Papua, Intel Indonesia Kalah Kelas Dari "Intel Vatikan".www.itoday.co.id
[8] Pendeta Socrates SY: Kami Siap Dirikan Negara Papua. www.itoday.co.id
[2] www.sinarharapan.com
[3] www.melanesianews.blogspot.com
[4] Kampanye Papua Merdeka di Festival Womadelaide 2012.www.centraldemokrasi.com
[5] www.id.wikipedia.com
[6] www.hankam.kompasiana.com
[7] Di Papua, Intel Indonesia Kalah Kelas Dari "Intel Vatikan".www.itoday.co.id
[8] Pendeta Socrates SY: Kami Siap Dirikan Negara Papua. www.itoday.co.id
0 komentar:
Posting Komentar